Sidekick

Urip mung mampir ngejus

Belum lama ini saya berbincang dengan seorang teman. Kami membicarakan mengenai toko terbaik di Jogjakarta. Secara tak sengaja pilihan kami jatuh pada toko yang sama. Kami menganggap bahwa “Kado Kita” adalah toko terbaik yang ada di kota ini. Menurut kami toko ini begitu spesial dan menarik karena tak ada kesedihan di toko ini. Di toko ini semua orang berbagi kebahagiaan. 
Oke sebelum terlalu jauh mungkin ada diantara anda yang tak akrab dengan toko ini. Kado Kita adalah sebuah toko di daerah Sagan, Jogjakarta yang berkonsentrasi pada penjualan segala hal tentang kado. Dari mulai bungkus kado, pita untuk menghias kado, dan beragam pernak-pernik lain seputar kado. Sehingga bisa dipastikan orang yang berkunjung ke sana akan memberikan sebuah hadiah untuk orang terdekatnya, baik itu orangtua, saudara kandung, pasangan maupun teman akrabnya. Di toko inilah momen berbagi kebahagiaan dimulai, buat saya itu yang membuat toko ini punya aura tersendiri. 
Pikiran saya kemudian beralih ke hal lain. Saya berpikir bagaimana perasaan para pelayan toko ini jika mendapatkan sebuah kado. Bayangkan ilustrasi ini, setiap hari anda melihat beragam kado, dari mulai yang besar, kecil, berwarna sampai minimalis. Hampir setiap hari pula anda membungkus kado untuk orang lain, dengan beragam bentuk pita di atasnya. Anda bahkan bisa membedakan kado yang baik untuk diberikan pada orang tua atau pasangan. Begitulah pelayan di toko ini bekerja, bagi mereka kado adalah sebuah keseharian. Adalah hal menarik buat saya ketika mereka para pelayan yang sudah khatam dengan beragam jenis kado diberikan kado. Apakah mereka masih menganggap ini spesial seperti orang lain? 
Ilustrasi yang hampir sama muncul dalam film Valentine’s Day (Ya Tuhan kenapa saya bisa menonton film seperti ini, colek Daniel). Salah satu cerita dalam film ini bercerita mengenai Reed Bennet (Ashton Kutcher) yang berprofesi sebagai pengusaha toko bunga. Karena saat hari kasih sayang pesanan bunga meningkat tajam maka ia juga turut mengantar bunga pada hari itu. Dalam sebuah dialog Reed berkata bahwa bagi sebagian orang bunga di hari kasih sayang menjadi begitu spesial, namun bagi dirinya itu hanyalah soal meneruskan pekerjaan sehari-sehari. 
Kemudian di satu bagian menjelang akhir film ada satu adegan yang menarik. Sebagai pengusaha bunga ia selalu membuang bunga-bunga yang tersisa di hari kasih sayang karena alasan menjaga standar kualitas bunga yang dijual. Saat berbincang dengan temannya di jembatan (ah adakah lokasi yang lebih klasik selain ini) ia berkata kalau ia sering membuang satu paket bunga utuh beserta kartu ucapan ke sungai. Atau terkadang menaruhnya di depan pintu rumah orang secara random dengan sebuah tulisan, “Somebody out  there loves you”. Nantinya ia berharap akan ada orang yang menemukan bunga itu dan merasa ditujukan untuk dirinya. Sebuah adegan yang menarik bagi saya, sebab selama ini kita selalu menganggap bahwa bunga adalah sesuatu yang spesial, sementara bagi Reed bunga adalah sesuatu yang sangat wajar. Ia bahkan menganggap bunga hanya bagian dari pekerjaan dan mengirimkan bunga secara random melalui aliran sungai. Artinya jelas ia menempatkan bunga sebagai sebuah barang yang sama sekali tak spesial. 
Bisa jadi pelayan di “Kado Kita” juga akan menempatkan kado seperti Reed menempatkan bunga. Alasannya sederhana, sebab kado memang hanya bagian dari pekerjaannya, tak lebih dari itu. Walaupun semua orang diluar sana menganggap kado sebagai sesuatu yang spesial baginya itu menjadi sebuah kotak yang datar, bisa jadi. 
Dan saya rasa semua orang akan memiliki “kado” atau “bunga”nya masing-masing. Sesuatu yang dianggap luar biasa bagi orang lain namun sangat biasa bagi kita. Saya menempatkan “pernikahan” sebagai “kado” dan “bunga” saya. Alasannya sangat sederhana, sebab saya tumbuh dalam sebuah keluarga dengan usaha yang terkait dengan pernikahan. Orang tua saya adalah penjual pakaian pernikahan, bude saya selain penjual pakaian pernikahan juga menjual perhiasan pernikahan, om saya memproduksi sepatu pernikahan dan payung pernikahan dalam skala besar. Sejak kecil saya biasa diajak ke pernikahan hanya karena ibu saya ingin melihat apakah pakaian yang digunakan sang pengantin menarik atau tidak. Beranjak remaja saya diajari membedakan pakaian adat pengantin dari beragam daerah, walaupun tentunya saya lupakan begitu saja. Jadi jika anda menikah dan ingin berbagi kebahagiaan, maka saya adalah orang yang salah untuk diajak mengobrol soal ini.
Namun benarkah sesuatu yang luar biasa bagi orang lain bisa menjadi sangat biasa bagi beberapa orang? Jawabnya mungkin ada pada bagaimana hal itu terjadi. Terbentuknya “kado” atau “bunga” boleh jadi karena kita menganggap hal-hal yang terkait dengan perayaan terlalu tinggi. “Celebration turned into fashion” kalau kata Answer Sheet. Dan mereka adalah orang-orang yang menyadari terjadinya itu karena ini bagian dari sebuah keseharian mereka. Jika setiap hari adalah hari libur apakah kita masih akan merayakan hari Minggu? “Kado” dan “Bunga” boleh jadi hari biasa bagi mereka. Dan setiap orang akan memiliki hari minggunya masing-masing, boleh jadi yang biasa bagi kita menjadi luar biasa bagi mereka.
*dibuat sambil berpikir untuk ke Indomaret agar bisa SMS (Sahur Makan SoNice), uripku cah cah.

4 thoughts on “Yang Biasa di Luar Biasa

  1. rocky says:

    kalo crayon w?

    Like

  2. Ardi Wilda says:

    crayon selalu menyenangkan sayangnya dia mudah patah walaupun bukan saya yang mematahkan rok *puas he e? 😦 *

    Like

  3. Baiq Nadia says:

    Ah.. roki… awe sekarang jamannya demen kotak permen karet poppy, rok 😀

    Like

  4. Ardi Wilda says:

    dan nadia lebih asem dari roki ternyata -___-

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: