Sidekick

Urip mung mampir ngejus

Foto diambil dari facebookmu Mit, Ben Ganteng Koe

Saya masih ingat kejadian itu. Dengan sedikit takut-takut saya menghampiri kakak angkatan saya di Kepel, tongkrongan anak Komunikasi UGM di bangunan kampus yang lama. Saya menenteng kamera analog warisan dari kakak keponakan saya. Nikon AF 801S, menurut kabar burung ini kamera yang terakhir dipakai oleh Cartier Bresson sebelum menghembuskan nafas terakhir. Di dalam kamera itu terdapat film Kodak ASA 400. Hari itu saya berharap bisa lebih paham memakai kamera butut warisan dari kakak keponakan saya dengan bertanya pada si kakak angkatan.
Segala stereotip kakak angkatan yang mengesalkan hilang saat saya bertemu sosok kurus berkacamata itu, Mimit namanya. Ia mengajari saya konsep sederhana hubungan segitiga antara ISO, kecepatan dan bukaan rana dengan sederhana. Ia tak pernah marah dan bahkan selalu tersenyum ketika saya tak memahami apa yang dia ajarkan. Untungnya tak perlu banyak waktu bagi saya untuk memahaminya. Mimit membuka jalan saya menyenangi hobi baru, fotografi. Dengan kamera butut warisan kakak keponakan saya tentunya.

Sejak saat itu ia sering mengajak saya jalan-jalan atau sekedar ikut kumpul dengan teman-teman di Publicia Photo Club (PPC) atau Kine Club. Bertemu dengan Sandi yang membuat emosi, bertemu ehm mantan pujaan hati, dan bertemu teman-teman baru lainnya.
Kami sering bersenda gurau sampai larut malam bersama Kemas, Lia, Mantan pujaan hatinya Mimit, Dwi di angkringan Lek Man. Atau sekedar haha hihi bersama Jaki, Pradah dan Meylan yang menawan. Membincangkan fotografi yang disisipi dengan gurauan siapa wanita “seng omah e paling adoh” (Yang rumahnya paling jauh – sebuah idiom lawas yang merujuk ke seuah hal – ). Atau dengan bergurau kerap meledek Mimit dengan, “Kabeh wedok seng nang UGM wes tau diprawani Mimit pokmen,” tentu saja itu hanya sekedar guyonan lawas. Ia membuka jalan bagi saya menuju petualangan-petualangan khas mahasiswa ala Jogja. Mimit adalah gerbang menuju petualangan-petualangan itu.
Saya banyak belajar dengan Mimit. Pernah suatu ketika saya dan rekan saya bernama Yogi membincangkan Mimit. Kami mengidolai karya-karyanya, kami mengidolai bagaimana ia begitu rendah hati ketika ada orang yang ingin bertanya. “Cen paling sangar ki Mimit kok We,” ujar Yogi yang kemudian saya amini.
Mimit adalah sebuah role model yang tak pernah berani saya ikuti. Ia memilih sebuah pilihan yang jarang dipilih orang lain. Ia tetap rendah hati dengan pilihan yang ia pilih. Ketika saya dan Yogi mengatakan ia terlalu hebat untuk menjadi seorang jurnalis di media lokal ia hanya tersenyum simpul dan mengatakan ia masih mencari pengalaman. Ia kemudian meninggalkan media itu dan memilih jalan sendiri, sebuah jalan yang tentu tak semua orang berani untuk mengambilnya.
Kemarin Mimit ulang tahun, saya tak tahu ulang tahun ke berapa. Ia tak lagi ulang tahun bersama seorang wanita. Ya kini saya dan Mimit sama-sama sendiri menapaki hidup (maaf Mit bahasanya mulai aneh). Namun apapun itu saya selalu menaruh kagum dan hormat pada Mimit, tak banyak orang yang punya segudang prestasi namun tetap rendah hati. Mimit salah satunya.
Selamat ulang tahun Kak Mimit yang Marmos. Mari mempersiapkan diri secara matang untuk perjalanan panjang kita tahun depan. Bisa jadi tahun depan kita akan berulang tahun di Aceh, Papua atau bahkan pedalaman Bima. Modal kita memang tak seberapa namun seperti yang selalu kamu ajarkan, bila kita percaya kita bisa meraih sesuatu maka tak ada alasan untuk tak memperjuangkannya. Rock n Roll trip kita pasti bisa terlaksana.
Sekali lagi selamat ulang tahun Kakak Mimit. Tahun ini saya memang menjadi guru, namun bukan berarti saya tak memiliki guru. Kalau boleh memilih salah satu guru terbaik saya selama kuliah maka orang itu bisa jadi kamu Mit. Kamu mengajari saya berani memilih jalan yang saya kehendaki sendiri. Selamat ulang tahun Pak Guru, terimakasih sudah menjadikan saya guru.

2 thoughts on “Dari Guru Untuk Guru

  1. rocky says:

    oh, jadi co-writter nya mimit w? 😀
    HBD kakak mimit, udah putus to ternyata#eh

    Like

  2. Ardi Wilda says:

    @rocky: Insya Allah si Mimit fotografer e..aku ra biasa nulis berdua :p

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: