Sidekick

Urip mung mampir ngejus

Kemarin sebuah colekan dari rekan saya, Jaki, di twitter mengagetkan saya. Titisan Denny Sakrie yang bertemu Bens Leo di prapatan saat melihat gig Tetty Kadi ini mengabarkan bahwa dirinya hijrah dari multiply. Ia mengatakan kini dia seorang pengguna wordpress. Mungkin berita ini tidak mengangetkan bagi anda, namun bagi saya berita ini sangat heboh, seheboh ketika Atun terlilit tanjidor di badannya.

Saya, Jaki dan beberapa mahasiswa Komunikasi UGM lainnya adalah pengguna multiply garis keras. Kami seperti sales multiply saat kuliah. Saking garis kerasnya kami menganggap jasa penyedia blog lain semacam blogspot, wordpress atau tumblr misalnya adalah anak kemarin sore. Multiply adalah aliran, multiply adalah pendirian hidup, kami sakau dibuatnya. Di sana banyak kenangan tercipta.

Kami suka multiply karena beberapa hal. Pertama karena ia adalah blog yang sangat menarik bagi kami. Ia bertendensi membentuk sebuah komunitas yang kuat. Banyak komunitas menarik disini, mulai dari musik, film, sampai pecinta komik lokal. Sistem kontak multiply mendukung hal tersebut, sehingga teman di multiply menunjukkan referensi akan apa yang disenangi seseorang. Hal itu yang membuat Multiply berbeda dengan jasa layanan blog lainnya.

Maka seperti halnya komunitas lain, pengguna multiply dari jurusan tempat saya kuliah membentuk komunitasnya sendiri. Tersebutlah Baiq Nadia (kini reporter Go Girl) dengan tulisan cheesy yang menggigit, Asep (kini dosen komunikasi) dengan cerita-cerita pendek yang membuat kita bilang, “Aih-aih”. Juga ada Kemas, Starin, Dildol, Nano, Pradah, Depe, Aji sampai Dwi. Kami kemudian merayakan kehadiran kami di multiply dengan beragam hal.

Setiap ke kampus kami membahas postingan seseorang. Mencemooh ketika ada yang lama tak memposting. “Blog kok koyo soto (Blog kok seperti soto),” cemooh kami pada Pradah yang hanya posting sekali seumur hidup. Soto merujuk pada Soto Ayam di kantin Fisipol tapi tidak ada ayamnya, hambar. Dan tentu saja di akhir tahun kami punya pesta termeriah, Multiply Award. Lengkap dengan beragam kategori, dewan kurator, dewan juri, tim hore dan beragam gimmick tidak penting lainnya.

Kami merayakan hal itu, kami merayakan tulisan kami. Merayakan bagaimana postingan baru adalah sebuah ajang untuk ajang mencerca baru. Kami terlalu cinta pada multiply. Namun semua kemudian menemui titik baliknya.

Banyak komunitas yang meninggalkan multiply. Blog ini mulai sepi, kami mulai malas posting ketika beberapa teman kami juga angkat koper dari blog ini. Multiply award sudah tak ada lagi, gimmick-gimmick yang dulu kami cintai telah berubah. Situs ini semakin tidak asyik dengan makin banyaknya jasa penyedia jualan online. Kami mulai merasa tidak nyaman. Dan seperti pasar malam menjelang subuh, keriuhan multiply mulai menemui titik baliknya.

Saya sendiri memutuskan angkat koper dari multiply karena sebuah alasan personal. Banyak postingan multiply saya yang sangat personal dan tak baik bagi perkembangan saya menuju kedewasaan (sebenarnya ini hanya dalih agar alasan saya terlihat keren). Oke saya berlebihan, maksud saya postingan di multiply saya ah sudahlah tak perlu dibahas. Sehingga saya memutuskan untuk pindah ke blogspot.

Ketika membaca lagi tulisan di multiply saya seakan menelusuri lorong panjang kampus saya. Cerita tentang kehidupan kampus, keangkuhan khas anak muda, ketololan logika dalam menulis, sebuah dokumentasi menarik perjalanan hidup. Saya tidak akan pernah menghapus tulisan-tulisan di sana, di situ saya belajar berproses. Kebodohan adalah proses paling alami manusia dan multiply menghadirkan itu bagi saya. Tak ada alasan untuk tak berterimakasih padanya.

Ketika Jaki pamit dari multiply ada sebuah komentar Asep yang menarik., “Jangan-jangan kita kacang lupa sama kulitnya, habis manis multiply dibuang,” ujarnya. Saya mengamini apa yang dikatakan Asep, ada kalanya ketika kami mengagungkan multiply ada kalanya ketika ia sebuah cemoohan khas anak baru masuk kuliah yang mencomooh juniornya di SMA. Jika saja Asep tak mengingatkan hal itu boleh jadi kami adalah serdadu kacang yang lupa kulit.

Spielberg selalu menyaksikan film pertama yang ia buat dua tahun sekali dengan sebuah alasan sederhana. Ia ingin selalu ingat dari mana ia berasal. Multiply boleh jadi adalah sebuah halte pertama bagi saya, Jaki, Asep, Nadia dan banyak mahasiswa lain di jurusan dalam karier kepenulisan kami, ah kami berlagak jadi penulis malah.

Sore ini saya mengingat lagi tagline multiply saya, “Agar bila saya mati, anak saya tahu kehidupan bapaknya”. Melankolis sekali saya waktu itu, khas mahasiswa yang masih sok tahu akan kehidupan. Khas mahasiswa yang menganggap mendengarkan The Milo bisa menyelesaikan masalah. Tapi tak ada yang salah dengan itu. Melihat multiply adalah melihat titik tolak ketika semuanya bermula. Menyadarkan dari mana saya berasal. Dan yang paling utama menyadarkan tak ada salahnya merayakan kebodohan.

*Menantang Asep, Nadia, Starin, Pradah, Aji, Yogi, Dwi dan siapapun yang pernah memadu kasih dengan multiply untuk membuat tulisan Ode Untuk Multiply.

2 thoughts on “Ode Untuk Multiply

  1. rocky says:

    habis putus terbitlah wordpress*eh :p
    jaman edan blogwalking pakdhe, em pe lbg terkenal dari e,,,, wkwk

    Like

  2. Ardi Wilda says:

    @rocky: blogku basisnya blogspot rok -___-
    multiply selalu mengingatkanku pada aktifitas blogwalkingmu le selo tenan sak jagat raya persilatan cuk

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: