Sidekick

Urip mung mampir ngejus

Saya bersama Gorgom ketika wisuda.
Saya ingat betul malam itu, dengan kebodohan ala mahasiswa baru, saya dan Ocha Gorgom alias Mahar Gireta Rosalia pulang terlalu larut. “Piye iki We?” tanya Ocha sedikit bodoh. “Kosanmu adoh, aku males ngeterke, nginep neng omahku wae, ono kamar kosong kok (Kosanmu jauh, saya malas mengantar, nginep di rumahku aja soalnya ada kamar kosong juga),” tawar saya pada Gorgom. Ia menyetujui tawaran saya dan jika anda berpikir kami tidur bersama itu berarti anda kebanyakan membaca komik stensilan.
Gorgom saya taruh di kamar paling menyeramkan di rumah pakde saya. Tentu saja saya tak bilang padanya kalau di kamar itu sudah dua orang menghembuskan nafas terakhir. Saya pun malas tidur di kamar itu, rasanya setiap malam ada angin bertiup di leher saya, ngeri. “Penak yo springbed (Enak ya springbed),” ujar Gorgom dengan polosnya. “Lo tidur sini Cha gw tidur kamar gw, nih gw kasih celana tidur,” ujar saya sambil memberi sebuah celana tidur bergambar tokoh kartun.
Itulah awal pertemuan yang membuat saya akrab dengan Gorgom. Bukan “Cinta Satu Malam” tapi “Bodoh Satu Malam” saya mengistilahkannya. Sejak saat itu saya mulai akrab dengan Gorgom. Ia sering meminta saya menemani pergi ke Shoping. Shoping bukan merujuk pada kegiatan berbelanja melainkan sebuah tempat penjualan buku bekas di Jogja. Ia suka membeli majalah anak bekas dengan bonus stiker untuk konsumsi anak-anak. Sama seperti saya ia memang suka anak kecil.
Suatu hari dengan kemampuan berbohong tingkat tinggi yang saya miliki seorang penjual buku bekas di Shoping tertipu. “Ini kembaran saya Bu, namanya Ocha, kalau saya namanya Ochi, mirip kan Bu,” ujar saya berbohong. Ibu penjual itu kemudian melihat tatanan rambut saya yang memang sama dengan Gorgom, dan ia mempercayai kami kembar. Beberapa hari berikutnya Ocha pergi ke Shoping sendiri karena saya menemani ehm seseorang untuk makan.
“Chi, kamu dicariin,” sebuah pesan pendek masuk ke telepon selular saya dari Gorgom. Ternyata ibu penjual itu masih percaya kami kembar. Beberapa kali sang ibu juga menanyakan kabar saya pada Ocha di hari-hari berikutnya, sayang karena saya terlalu asyik dengan kehidupan yang lain keakraban kami merenggang. Kami tak seakrab ketika “Bodoh Satu Malam” yang dulu.
***
Moncong lensa itu sedikit mengganggu saya ketika hendak menyaksikan Arina menari kecil di atas panggung. Malam itu bersama Jaki saya menyaksikan Mocca dan Risky Summerbee and The Honeythief di De Britto Jogja. Ketika sedang asyik-asyinya menyaksikan Arina dan Riko seorang remaja dengan moncong kameranya mengganggu saya. Sebenarnya saya hendak menegur namun wajahnya seperti tak asing, dia adik kelas saya ternyata.
Dalam beberapa gig berikutnya saya kembali menemui bocah ini. Saya kemudian mengetahui ia bernama Erfina Oktaviani. Ocha nama sapaannya. Awalnya dia hanya mengganggu lewat gerak-geriknya ketika memoto gig, namun lama kelamaan ia keterlaluan. Ia sudah berani berebut setlist dengan saya dan Jaki. Setiap orang memang boleh mengambil setlist namun ketika bocah ini ikut mengambil berarti pesaing bertambah banyak.
Dari kejadian-kejadian itu saya mulai mengenal Ocha. Badan boleh kurus tapi ia suka mengangkat barbel, oke lupakan itu. Meski awalnya membuat sebal namun ia ternyata sosok yang menyenangkan. Kami sering ejek-ejekan di sosial media. Beberapa kali juga ia membantu saya menyelesaikan pekerjaan. Ia sosok yang menyenangkan.
***
Seingat saya sekitar setahun lalu dua sosok itu menghampiri saya ke Grha Sabha Pramana (GSP) UGM ketika wisuda. Senang rasanya melihat dua Ocha itu mengantarkan kelulusan saya. Mereka berdua seperti cermin kehidupan selo (istilah bahasa Jawa untuk waktu luang) dan kurang kerjaan saya selama di dunia perkuliahan. Lewat mereka berdua saya memahami arti “Dalam selo yang sehat terdapat jiwa yang kuat”.
Dua hari lagi Ocha Erfina akan mengganti nama akun twitternya menjadi @ochagaul. Pergantian itu dikarenakan ia kalah taruhan dengan saya. Kami bertaruh jika ia bisa pendadaran bulan Mei maka saya akan mengganti nama akun twitter saya dengan @awegaul, pun sebaliknya. Saya tahu saya bakal menang, maaf saja saya hanya bertaruh jika saya yakin menang. Ocha Erfina terkena jebakan saya.
Sebelumnya Ocha Gorgom juga terkena jebakan. Sama dengan Ocha Erfina yang kalah taruhan ia harus mengganti namanya dengan @ochaindie. Ya kami berdua memang sering menggunakan kata indie secara serampangan. Tukang somay nyuci piring saja kami sebut indie. Pokoknya indie seperti kata yang “gimana gitu” makanya kami bertaruh menggunakan kata ini untuk embel-embel taruhan.
Saya tahu mereka berdua pasti kesal pada saya. Kalau boleh jujur sebenarnya saya melakukan itu karena saya sayang mereka berdua. Jangan ajari saya betapa sulitnya lulus, saya khatam soal itu. Satu cara paling mudah dan ekstrim untuk mempercepat lulus hanya dua. Pertama ditinggalkan teman-teman akrab yang sudah lebih dulu lulus. Kedua mempermalukan diri sendiri untuk menandai kita belum lulus. Taruhan itu adalah cara kedua.
Saya tak punya otak encer mengajari mereka kerangka pemikiran, kerangka konsep ataupun tetek bengek skripsi. Jika saya bisa sudah pasti saya rela meluangkan waktu membantu mereka. Yang saya bisa lakukan hanya ini. Saya ingin mereka berdua lulus. Saya ingin dua teman akrab saya tak lagi menyandang status mahasiswa, itu saja.
Kepada dua Ocha percayalah kalian bisa lulus. Lupakan cibiran sekitar kalian. Bukan kelulusan yang membentuk diri kita tapi proses selama menjalaninya. Menjinjikkan ya quote saya tadi? Apapun itu, saya yakin ketika kalian menggunakan toga bukan berarti jiwa muda kalian berhenti. Pada kalian saya yakin ada sebuah jiwa petualang yang tak dimiliki orang banyak. Dan ketika kalian memakai toga tengoklah ke samping karena ada Ochi yang menatap kalian dengan penuh kebanggaan.
*Saya berjanji akan datang pada wisuda kalian, jika saya tidak datang maka saya berjanji akan membuat permohonan maaf di Kedaulatan Rakyat. Foto diambil oleh Derry

3 thoughts on “Dua Ocha, Satu Ochi

  1. Jinguk, iki dalem banget we! Pengen nangis tapi aku wegah nangis nggo kowe, we.
    Btw, aku ra liat kowe karo Jaki di JB, sumpah! Aku baru ngerti gerak-gerikku motret mengganggu, sori ye, maklum lensanya gak nyampe ke panggung :p Tapi aku inget kowe merebut setlist WSTCC di hadapanku di LIP! Sejak saat itu aku benci padamu, we! Huuuhhh.

    Like

  2. margie says:

    peyuk boyeh ga?

    Like

  3. fotodeka says:

    awekkk :))) kamar itu biasa aja sih wek..
    cuma agak anyep aja kamarnya…

    Like

Leave a comment