Sidekick

Urip mung mampir ngejus

Beberapa waktu lalu saya diminta oleh rekan saya sesama Pengajar Muda (PM), Shally Pristine, untuk mencari mentor sesi menulis di pelatihan Pengajar Muda angkatan 6. Kebetulan Shally kini mengurus pelatihan menulis Pengajar Muda. Ini ketiga kalinya saya diminta mencari referensi nama untuk latihan menulis bagi Pengajar Muda yang akan berangkat ke penempatan. Entah karena alasan apa saya sering diminta masukan mencari mentor sesi menulis. Saya pribadi menyanggupinya dengan komitmen ke diri sendiri bahwa setiap tahun pembicaranya harus ganti. Tentu alasan itu menguntungkan untuk mendapatkan perspektif baru dari beragam penulis. Tahun lalu saya merekomendasikan Yusi Avianto Pareanom, tahun ini saya mengajukan nama Anwar Holid.
Saya mengenal Anwar Holid lewat bukunya Keep Your Hand Moving, bukunya menurut saya praktis bagi yang ingin belajar menulis, detail, rigid, tak bertele-tele dan jauh dari tipikal buku penulisan yang isinya seputar “motivasi menulis”. Saat nama Anwar Holid saya ajukan, Shally menyetujuinya. Gayung bersambut, Mas Anwar Holid menyanggupi. Dan cerita pun bergulir ke hari ini, saat di mana Mas Anwar Holid menuliskan pengalamannya berdiskusi soal penulisan dengan para Pengajar Muda di blognya.
Saya menyetujui apa yang ditulis Anwar Holid di blognya. Tapi bagi saya ada satu poin penting yang belum ia sampaikan. Secara konteks ada yang membedakan Pengajar Muda dengan (calon) penulis lain. Pengajar Muda akan bertugas selama satu tahun di sebuah daerah. Selama satu tahun ia akan ngobrol, berinteraksi dan menjadi bagian dari masyarakat di sana. Sampai di situ sepertinya tak ada masalah dengan penulisan. Tapi buat saya itu masalah pelik.
Coba lihat logika travel writer saat menulis, mereka seperti menjadi outsider yang melihat sebuah masyarakat. Secara guyon teman saya pernah bilang mereka seperti orientalis 2.0, saya hanya tersenyum mendengar itu. Lalu muncul Agustinus Wibowo misalnya, yang lebih reflektif karena ia memang berinteraksi dan menjadi bagian dari masyarakat tersebut. Tapi tetap ia datang ke sebuah daerah untuk menulis, ia penulis.
Pengajar Muda datang untuk mengajar dan berinteraksi dengan masyarakat sebuah daerah. Ia harus meninggalkan semangat outsider dan sebagainya (mungkin ini generalisasi, tapi saya benar-benar berusaha keras untuk itu). Tetap menulis dengan kacamata tersebut berarti ia pelancong selama satu tahun. Maka yang terjadi kemudian adalah menjadi bagian dari masyarakat tersebut. Menjadi bagian dari masyarakat berarti merasakan apa yang mereka rasakan. Kita menjadi begitu terbiasa dengan apa yang terjadi di sana, padahal boleh jadi itu tidak biasa bagi orang lain (loh kok justru saya yang jadi orientalis).
Bagi saya Mas Anwar tidak melihat hal tersebut di tulisannya. Ini bukan perihal mencari ide baru, seperti judul postingan beliau. Ini perihal bagaimana kekuatan menjadi bagian dari masyarakat menjadi penting untuk diceritakan. Bahwa baik di manapun kita berada ya sebenarnya sama saja, justru menjadi biasa itulah keluarbiasaannya. Menceritakan soal pantai yang eksotis sebuah daerah atau perjalanan anak sekolah tanpa alas kaki menjadi begitu kering buat saya karena kita tetap jadi pengamat. Maka buat saya ini perihal mencari perspektif baru.
Perspektif yang misalnya bisa menjawab, bagaimana metode yang tepat menggali informasi dari warga setempat, bagaimana menempatkan masyarakat bukan sebagai liyan, atau pendekatan-pendekatan etnografis yang praktis misalnya. Mungkin ini klise tapi hidup bersama dengan masyarakat dalam jangka waktu tertentu boleh jadi membuat kita merasa menuliskannya adalah pekerjaan yang aneh. Menggunakan perspektif baru untuk menceritakannya boleh jadi adalah cara paling mujarab agar tradisi menulis tetap terjaga dan kita bisa tetap menjadi bagian dari masyarakat di daerah. Karena saat yang lain berlomba-lomba dengan hal luar biasa, justru pada perspektif yang biasa kita menemukan esensi sebenarnya.
***
Terimakasih atas kesediaan Mas Anwar Holid untuk menjadi teman Pengajar Muda angkatan 6 belajar menulis. Semoga dialog kita via postingan di blog memperkaya ide dan perspektif teman-teman Pengajar Muda yang akan berangkat 🙂 

3 thoughts on “Mencari Perspektif Segar Saat Menulis (Respon Atas Tulisan Anwar Holid)

  1. saya sebenarnya berharap banyak mas Anwar Holid menggali lebih banyak hal ttg kepenulisan pada sesi kemarin. sayangnya kami belum mendapatkan hal itu. padahal saya yakin, ia penulis hebat sampai2 diundang oleh Indonesia Mengajar. mungkin cara penyampaiannya yang belum tepat. sampaikan salam saya untuk beliau ya mas Awe 🙂

    Like

  2. Ardi Wilda says:

    Siap Kin, nanti saya sampaikan kepada beliau kalau bertemu 🙂

    Like

  3. aas says:

    ma, sekali sekali referensiin buku 🙂

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: