Sidekick

Urip mung mampir ngejus

Maria tak pernah suka pelajaran Bahasa. Ia bosan setiap kali belajar Bahasa di sekolah. Soalnya, Bu Guru Mei selalu mengulang cerita yang sama: “Si Kancil Mencuri Timun”.

 

Maria menebak, Bu Mei suka bercerita Kancil karena ia dan suaminya memelihara kancil di kebun belakang rumahnya.

 

Pagi ini, Bu Mei juga kembali menceritakan kisah Si Kancil. Saking bosannya, Maria mengalihkan pandangannya ke jendela. Sambil melihat pemandangan luar melalui jendela, Maria memikirkan Si Kancil.

 

Sebenarnya Maria penasaran kenapa Si Kancil mencuri. Menurut Maria, mungkin Si Kancil bingung di mana lagi harus mencari makan. Sebab, setiap kali Maria jalan-jalan ke pinggir hutan, ia melihat banyak pohon ditebang. Jangankan untuk mengisi perut, untuk tempat berteduh saja Kancil tak tahu harus ke mana.

 

Maria bingung kenapa Bu Mei selalu bilang Kancil nakal, padahal Kancil hanya mencari makan karena hutannya ditebangi banyak orang.

 

Sial bagi Maria, Bu Mei sadar ia tak memperhatikannya. Ia pun menegur muridnya tersebut.

 

“Maria, ada yang mau kamu tanya?”

 

Butuh beberapa detik sampai Maria sadar Bu Mei menegurnya. Maria menundukkan kepala karena malu. Melihat Maria diam saja, sekali lagi Bu Mei mengulang pertanyaannya.

 

Pelan-pelan, akhirnya Maria membuka mulutnya untuk bertanya.

 

“Bu, kenapa Kancil mencuri timun?”

 

Tanpa pikir panjang, Bu Mei menjawab pertanyaan Maria, “Karena Kancil nakal!”

 

Maria ingin sekali bertanya lagi tapi ia memilih diam karena takut dimarahi. Bu Mei pun melanjutkan cerita Si Kancil.

 

Sebelum mengakhiri kelas, Bu Mei memberi pekerjaan rumah. Ia meminta setiap anak mengarang sebuah cerita. Kata Bu Mei, minggu depan beberapa murid akan dipilih untuk membacakan ceritanya di depan kelas.

 

Maria tidak tahu akan menulis tentang apa. Sepulang sekolah, ia malah bermain di kebun timun milik bapaknya. Pak Gunarso, bapaknya Maria, adalah seorang petani timun dan sayuran.

 

Setiap main ke kebun bapaknya, Maria tak pernah melihat kancil mencuri timun.

 

Kancil-kancil milik Bu Mei juga tak pernah datang ke kebun bapaknya. Maria merasa bahwa kancil-kancil punya Bu Mei tidak pernah nakal. Anehnya, Bu Mei selalu bilang kalau kancil nakal.

 

Pikir Maria, mungkin kancil tak mencuri timun karena tak ada lagi timun yang bisa dicuri. Bagaimana mau mencuri, tiga bulan lalu timun-timun di kebun bapaknya membusuk karena hujan terus menerus. Bapak bilang ketika itu banyak jamur yang menggerogoti pohon. Akibatnya pohon jadi sakit dan tak bisa menghasilkan buah timun.

 

Untungnya, sekarang keadaannya jauh lebih baik. Kata Bapak, seminggu lagi ia bisa memanen timun.

 

“Kalau sudah panen, Maria bisa makan daging lagi,” janji bapaknya.

 

Maria memang bosan dengan makanan di rumah selama tiga bulan sejak bapaknya gagal panen. Ia bosan makan tahu, tempe, dan kangkung. Sesekali, ia juga mau makan daging. Maria tahu harga daging mahal maka ia sangat berharap panen bapak kali ini berhasil.

 

Harapan Maria makan daging dihancurkan air hujan. Selama seminggu penuh hujan deras mengguyur desa. Timun-timun pun rusak karena membusuk. Pak Gunarso terpaksa memanen lebih cepat. Efeknya, Pak Gunarso hanya bisa menjual timun dengan harga sangat murah.

 

Maria terancam makan kangkung dan tempe lagi.

 

Hebatnya, Pak Gunarso konsisten menepati janjinya.

 

Meski hasil panennya tak seberapa, di meja makan tetap tersaji daging yang mengundang selera. Rasa daging itu gurih seperti daging rusa. Maria tak tahu bagaimana cara bapaknya membeli daging dengan uang hasil panen seadanya. Daripada bertanya soal itu, Maria memilih bertanya soal lain. “Pak, ini daging rusa ya?”

 

Bapaknya menjawab, “Bukan, ini daging kancil.”

 

Kancil. Kata itu mengingatkan Maria pada tugas menulis cerita dari Bu Mei yang akan dikumpulkan besok. Maria kini tahu akan menulis apa untuk tugas ceritanya.

 

Esoknya, Bu Mei benar-benar meminta beberapa anak untuk maju membacakan karangan masing-masing. Yogi bercerita soal angsa yang berbakti kepada orangtua, Jaki mengisahkan singa hutan yang sombong, dan Tini berkisah mengenai semut yang saling menghargai.

 

Mata Bu Mei kemudian mengarah ke Maria. Maria menunduk agar tak dipanggil. Ia malu jika harus bercerita di depan kelas.

 

“Maria, bacakan ceritamu di depan!”

 

Maria tak bisa menolak. Langkahnya berat saat menuju ke depan. Sampai di depan kelas, matanya menatap kosong. Sebelum bercerita ia menarik nafas dalam-dalam. Perlahan, Maria membaca judul karangannya: “Pak Tani Mencuri Kancil”.

 

Seketika Bu Mei teringat dengan keluhan suaminya kemarin sore. Seekor kancil di kebunnya hilang. Suaminya tak tahu siapa pencurinya.

 

4 thoughts on “Pak Tani Mencuri Kancil

  1. mas bro says:

    Maria murid yang anti mainstream 😊

    Like

    1. ardiwilda says:

      hehe ketua kelas indie doi mas 🙂

      Like

  2. Hety says:

    Dalam hati, Bu Mei berkata sambil memainkan bola matanya, “Apakah Maria pencurinya?” *Zoom in, zoom out ala-ala sinetron :))

    Like

    1. ardiwilda says:

      Apakah??? *malah dadi veni rose* :))

      Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: