Saya memahami bapak ketika ia melepaskan identitasnya sebagai bapak. Ketika ia menunjukkan bahwa tak apa menjadi rapuh.
Magrib beberapa hari lalu jadi salah satu hari terberat saya. Kondisi ibu menurun drastis. Pihak rumah sakit menyodorkan sebuah surat yang perlu saya tanda tangani. Isinya kurang lebih sebuah pernyataan bahwa keluarga setuju jika terjadi hal terburuk pada ibu, maka ia akan dikebumikan dengan syarat yang sudah disepakati dalam surat itu.
Saya sendirian di rumah sakit. Pikiran saya kalut. Saya tahu satu orang yang harus saya minta persetujuan sebelum saya menandatangani surat itu: Bapak!
Di ujung telepon suara bapak bergetar. Pertama kalinya dalam hidup saya mendengar suaranya begitu rapuh. Beberapa menit setelahnya, tangisnya pecah. Ia mengakhiri pembicaraan dengan berpesan, “Bapak percaya sama kamu, ambil keputusan terbaik menurutmu.”