Sidekick

Urip mung mampir ngejus

“First From Asia!” Asahi Newspaper, Japan.

Rafael Nadal takkan menyangka ia bakal kehilangan popularitasnya di Prancis Terbuka tahun ini. Nadal memang berhasil jadi jawara di Roland Garros sekaligus menyamai rekor Bjorn Borg’s menjadi jawara Grand Slam tanah liat sebanyak enam kali. Lewat pertarungan epik empat set di final yang akan dikenang sepanjang masa melawan Federer petenis Spanyol ini kembali merengkuh mahkota Roland Garros tahun ini. Sayang semua mata dunia tak tertuju pada raja tanah liat ini. Semua mata kini tertuju pada petenis negeri tirai bambu yang jadi jawara tunggal putri Roland Garros. Perkenalkan pahlawan baru Asia, Li Na!
Petenis berusia 29 tahun ini membuat Asia bisa berbangga karena memiliki pahlawan baru. Menarik melihat euforia Asia setelah Li Na sukses merengkuh gelar pertama Grand Slam dalam kariernya. NBC Sport dengan sangat baik mengupas bagaimana Asia bersatu padu mendukung Li Na. Bahkan sebuah surat kabar kenamaan di Jepang, Asahi, menjadikan Li Na sebagai headline dengan tulisan besar, “First From Asia!”. Adalah sebuah keanehan ketika surat kabar Jepang menurunkan Li Na sebagai Headline, sebab seperti disebutkan NBC bahwa Jepang dan Cina selalu bersaing sebagai pemimpin di Asia. Ketika kemenangan Li Na sampai menjadi headline di koran kenamaan Jepang berarti Li Na menembus batas persaingan kedua negara tersebut. Ia menjelma menjadi pahlawan Asia, bukan lagi Cina. 
Kejayaan Li Na sebenarnya sudah mulai tercium ketika ia berhasil menembus Australia Terbuka  tahun ini. Sayang di partai final ia harus mengakui keunggulan Clijsters. Ia kemudian meneruskan kejayaannya dengan mengalahkan Schiavone dua set langsung di Roland Garros yang membawanya ke puncak karier profesionalnya. Li Na muncul dalam jajaran petenis top dunia bukan karena keberuntungan semata. Ini adalah hasil kemandirian dan profesionalitas dalam arti sebenarnya. Ia menjadi petenis mandiri sejak 2008 dan menyewa mantan pelatih Justin Henin untuk melatih dirinya. Baru dua tahun kini  ia berhasil merengkuh puncak kariernya. 
Kejayaan Li Na juga melanjutkan kedigdayaan Cina dalam dunia olahraga setelah Yao Ming sukses di NBA dan Liu Xiang merengkuh emas dalam nomor atletik di Olimpiade lalu. Yao berhasil menembus jajaran top pemain NBA yang berasal dari negeri Paman Sam dan Eropa. Liu Xiang juga tak dibantahkan menembus jajaran top atlet atletik yang kebanyakan berasal dari benua hitam. Ketiga orang ini berhasil menjadi superhero bagi masyarakat tirai bambu sekaligus membuat wajah Cina bisa mendongak tegak. 
Pernyataan Xin Hua Newspapers bisa menjadi contoh bagaimana ketiga atlet ini berarti besar bagi Cina. “There is no doubt this will encourage and inspire Chinese athletes in other fields to undergo hard training, strengthen their confidence and make excellent achievements in the London 2012 Olympics.” Penulisnya tentu tak berlebihan dengan itu, Li Na dan kompatriotnya memang inspirasi utama di Cina. 
Melihat kejayaan Li Na saya jadi ingat Angelique Widjaja atau Angie, petenis terbaik Indonesia setelah Yayuk Basuki. Angie sempat menjadi buah bibir ketika ia berhasil merengkuh gelar Wimbledon Junior dua belas tahun silam. Tak sampai disitu ia juga menjadi satu-satunya petenis negeri ini yang pernah meraih gelar Wismilak Open di Bali. Media bahkan menasbihkan dirinya menjadi penerus Yayuk Basuki, seniornya yang sempat menembus perempat final Wimbledon pada 1997. Sayang cedera kaki akut yang didera Angie membuatnya harus pensiun di usia yang sangat muda. 
Apa yang bisa kita pelajari dari Angie dan Li Na? Menurut saya adalah bagaimana mereka dibentuk sebagai pahlawan. Media dan Rakyat Cina tahu betul bagaimana membentuk atlet menjadi seorang hero. Sementara kita selalu gagal membentuk sebuah ikon hero. Kita hanya sampai menjadikan atlet berprestasi sebagai buah bibir. Ia dipuja setengah mati di puncak karier untuk kemudian tak ada kritik membangun setelahnya. Hal itu diperparah lagi dengan media dan industri hiburan yang sayangnya juga kerap gagal membentuk sosok sebuah pahlawan. 
Angie minim pemberitaan ketika selama dua tahun bergelut dengan cederanya. Padahal di  saat seperti itulah ia butuh sebuah dukungan. Sama seperti Li Na, Angie sama sekali tak berafiliasi dengan induk organisasi maupun pemerintah. Angie memiliki pelatih pribadi yang membawanya menjadi jawara Wimbledon Junior. Sayangnya keberhasilan Angie tak menggerakkan pemerintah maupun media untuk menjadikannya sosok pahlawan, ia akhirnya redup  dan mati dengan sendirinya. 
Jika Angie gagal mendapat sorotan media maka lain halnya dengan Tim Nasional Sepakbola kita. Ibarat sebuah bunga, banyak lebah yang mendekati gegap  gempita Tim Nasional untuk berbagai alasan. Media menjadikan fenomena ini sebagai bahan dagangan utama. Bahkan pertama kalinya dalam sejarah infotainment membahas sepakbola. Kita lebih ribut soal fenomena Irfan Bachdim, istri penjaga gawang maupun hal remeh temeh lainnya. Alih-alih menjadikan mereka sebagai inspirasi media berhasil membuat para punggawa Tim Nasional sebagai superstar instan nan kacangan. 
Kita terlalu naif memandang keberhasilan. Aktor dalam sebuah keberhasilan memang penting. Namun setiap aktor tentunya punya cerita sukses. Merayakan kesuksesan aktor semata dan melupakan bagaimana cara mereka meraihnya hanya akan membentuk mereka menjadi superstar yang dibanjiri sorotan lampu tanpa esensi.  Lampu selalu menyilaukan dan tak baik untuk perjalanan ke depan. Kita hanya butuh lilin kecil yang siap menuntun masyarakat dalam sebuah inspirasi ala pahlawan. Hanya superhero yang bisa menyalakan lilin dalam kegelapan, sementara lampu hanya mencetak superstar. Beruntunglah Li Na berhasil menyalakan lilin kecil itu untuk Asia. Kini tinggal bagaimana kita belajar menyalakan lilin dari Li Na.    

One thought on “Li Na dan Naifnya Kita

  1. rocky says:

    nek numpak motor mbengi2 nganggo lilin wae ra cukup we, kudu nganggo lampu LED super bright *njuk ngopo,haha

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: