Sidekick

Urip mung mampir ngejus

“Sakjane konser ngene ki fungsine opo tho we (Sebenarnya konser seperti ini fungsinya apa sih we)?”
Tadi malam saya menonton konser White Shoes and The Couples Company bertajuk “Pagelaran Album Vakansi”. Awalnya hanya untuk santai sejenak sekaligus menikmati masa-masa akhir di Jogja dengan menonton konser. Nasib namun berkata lain, tanggung jawab liputan akhirnya datang juga. Yasudah niat awal untuk santai bertambah satu menjadi meliput. Sama sekali tidak masalah bagi saya, paling hanya menambah dua tugas. Pertama harus mengoptimalkan semua indera yang ada dan yang kedua harus melakukan wawancara dengan sang musisi setelah konser. 
Namun bukan masalah liputan yang semalam mengganggu pikiran saya, melainkan pertanyaan sederhana dari rekan saya bernama Matahari. Saat Nona Sari hendak tampil ke atas panggung dia bertanya sederhana pada saya, “Sakjane konser ngene ki fungsine opo tho we (Sebenarnya konser seperti ini fungsinya apa sih we)?” tanyanya polos. Mendengar itu saya diam seribu bahasa, tak ada satu pun kata keluar dari mulut saya. Yang saya lakukan hanya mencerna dalam-dalam pertanyaan tersebut. 
Saya yakin Matahari hanya bercanda bertanya itu. Ia juga berniat menonton konser itu, desain yang ia hasilkan boleh dibilang banyak dipengaruhi oleh gaya visual dari band yang berdiri tahun 2002 ini. Maka Matahari datang bukan karena tak ada kerjaan, ia datang dengan sebuah tujuan tertentu, dan pertanyaannya hanya pertanyaan iseng. Namun entah kenapa saya jadi berpikir menjawab pertanyaan itu. Sudah puluhan konser saya datangi saat merantau di Jogja dan mungkin menjadi ratusan jika kuantitas menonton konser di Ibukota ikut dihitung. Namun menjawab pertanyaan paling esensial, apa fungsi menonton konser saya hanya bisa bingung. Kalau kata buku Sinar Dunia, Experience is The Best Teacher maka kali ini saya katakan tidak. Pengalaman menonton sudah ada, banyak malah, namun untuk menjawab pertanyaan mendasar itu saya tak bisa mengeluarkan satu kata pun. 
Saya kemudian menonton konser White Shoes malam itu dengan begitu detail. Saya berusaha melihat aspek di konser itu yang membuat saya bisa menjawab pertanyaan Mamat. Saya tahu pertanyaan ini penting untuk dijawab, setidaknya agar saya tak menyesal sudah menonton puluhan konser. Dan beruntunglah saya pada akhirnya bisa sedikit menjawab pertanyaan Matahari meski bukan dalam satu kalimat penuh yang lengkap. Saya tidak akan menjawab misalnya dengan, “Fungsi konser membuat kita beriman pada Tuhan Yang Maha Esa dan membuat sejahtera”. Tidak, saya tak bisa menjawabnya dalam kalimat sebulat dan setegas itu. 
Saya akan mulai menjawab dengan bercerita konser tadi malam. White Shoes sudah saya tonton tiga atau empat kali saya lupa tepatnya, namun yang jelas ini bukan peertama kali saya melihat grup beraliran Indonesian Pop kalau kata Time Asia. Artinya saya tak terlalu surprise ataupun punya euforia tinggi dengan penampilan mereka. Namun saya tetap antusias, ya antusias, entah kenapa. 
Semalam saya melihat Ricky, sang pembetot bass White Shoes tampil dengan senyum lebar. Ale seperti biasa tampil bersemangat dalam memainkan gitarnya, di nomor “Masa Remadja” ia bahkan sampai tertawa terbahak-bahak saking bahagianya. Pandangan kemudian saya alihkan pada Rio, tak seperti biasa ia melepas kacamatanya malam ini. Rambutnya basah karena keringat, ia melompat kecil saat penonton melakukan koor massal di lagu “Senja Menggila”. Mereka bertiga seperti anak kecil yang habis mendapat hadiah kelereng satu truk, rasa bahagia terpancar dari mereka bertiga. 
Melihat mereka saya merasa begitu bahagia. Ale, Rio dan Ricky menunjukkan bagaimana musik adalah sebuah pelepasan. Musik adalah sesuatu yang melepaskan. Mereka seperti tak sedang bekerja, meski mereka jelas dalam rangkaian mempromosikan album. Namun mereka menikmati itu, bekerja dengan passion mereka. Bahkan mereka seperti sedang bermain. Tak ada kening kerut ala pekerja yang mereka lakukan hanya main dan main. Pancaran itu terlihat betul dalam bagaimana mereka memainkan musiknya. 
Pandangan mata saya kemudian tak menuju ke panggung. Saya menonton penonton. Lelaki di samping saya berambut gimbal dan bertato bernyayi keras-keras. Berjarak sekitar tiga meter seorang ras kaukasian manggut-manggut menikmati lantunan suara Nona Sari. Di samping sang bule berdiri seorang remaja usia 19-an berkerudung dan mulutnya cuap-cuap mengikuti lagu yang sedang didendangkan Nona Sari. Mereka semua tampak bahagia. Saya jadi ingat ucapan Donad, adik kelas yang saya ajak menonton bersama Imam. “Kalau buat White Shoes kayanya hujan gini enggak ngaruh deh Mas Awe,” tuturnya. 
Saya menemukan pertemuan itu, yang ditonton dan yang menonton. Yang ditonton alias sang musisi menikmati apa yang mereka kerjakan. “Gw rasa aura mereka tuh kaya keluar gitu lho we, aura bahagia gitu enggak bisa dibuat-buat kali,” kata Imam saat saya ajak ngobrol mengenai gaya Ale main gitar. Imam benar aura kebahagian seperti itu hanya terpancar pada seseorang yang menikmati apa yang mereka kerjakan. Dan saya seratus persen yakin Ale menikmati setiap petikan gitarnya. 
Yang menonton tampak begitu bahagia. Donad benar, ratusan manusia yang datang mungkin mengorbankan beragam hal untuk datang kesana. Mereka datang bukan hanya karena mereka butuh hiburan dari band idola, saya merasa kita butuh pertemuan itu. Saat berpikir ingin menonton Bob Dylan di Singapura namun tak punya asupan uang saya kemudian memutar lagu-lagu Dylan. Hasilnya saya mengganti playlist saya tak sampai sepuluh menit. Ipod atau pemutar musik jenis lain tak menghadirkan pertemuan yang ditonton dan yang menonton. Pemutar musik hanya menjembatani bukan mempertemukan. 
Konser adalah soal pertemuan pada akhirnya, yang ditonton butuh yang menonton pun sebaliknya. Bagi yang menonton sebagai sebuah rem mengenai apa yang ia kerjakan. Artinya konser adalah sebuah rem dari kepenatan sehari-hari. Melihat musisi hadir dan tampil dengan kebahagiaannya adalah sebuah motivasi memulai lagi.
Bagi yang ditonton ia seperti sebuah gas. Musisi seperti orang yang mengeluarkan segalanya di konser. Fungsinya memberi dorongan penonton untuk kembali melaju setelah konser selesai. Kla pernah membuat lagu berjudul “Lagu Baru” yang bercerita tentang proses pembuatan lagu baru. Di album terbarunya Sheila On 7 membuat lagu berjudul “Bait Pertama” yang kurang lebih bicaara sama dengan “Lagu Baru”-nya Kla. Artinya apa? Bahwa mereka seperti mesin pencetak kebahagiaan bagi yang menonton. Hanya musisi yang tak berubah menjadi mesinlah yang akan bertahan dan dicintai. Sebabnya sederhana, karena mesin tak bisa membuat penonton tersenyum, tak ada aura muncul darinya. 
Akhirnya pertanyaan Matahari bisa saya tuntaskan. Konser adalah soal pertemuan. Tiap orang membutuhkan pertemuan dengan apa yang ia sukai dan pedulikan. Dan bagi saya konser membuat saya mengerem untuk kembali melihat bagaimana orang-orang yang bisa hidup dengan passion mereka. Orang-orang hebat yang bisa terus hidup dengan memiliki kepercayaan tinggi mengenai apa yang mereka yakini benar dan mengasyikkan. Oleh para musisi itu saya diingatkan, hidup bukan soal urusan perut.
*ditulis setelah menuntaskan laporan mengenai konser White Shoes dan sedang menyiapkan list pertanyaan untuk konser Sheila On 7. Percayalah kawan hidup dari konser ke konser itu kadang menyenangkan namun tak jarang melelahkan.

2 thoughts on “Pertanyaan Matahari di Penghujung Hari

  1. wow terimakasih kak awe atas jawabanyya, sayang sekali kemarin saya langsung pulang soale numpang mobil orang je…

    Like

  2. yenni saputri says:

    Ketemu postingan lama ini. Wah saya suka sekali kalimat ini, mas, “Konser adalah soal pertemuan. Tiap orang membutuhkan pertemuan dengan apa yang ia sukai dan pedulikan.”
    Karena itu konon kangen obatnya ketemu ya mas. karena tiap orang kangen butuh bertemu dengan yang disukai dan dipedulikannya. bagus mas. mau tak post di tumblr saya wes. 🙂

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: